Bab I
Pendahuluan
A. Latar belakang
Penelitian atau pengamatan ini, dilakukan untuk memberitahukan bahwa, bukan hanya ditempat/kota-kota lain saja yang pernah perang untuk mempertakankan daerahnya, tetapi di tempat kita juga, seperti di donggala, juga pernah ada terjadi perang yang bertujuan untuk mempertahankan daerah donggala.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan dari Penelitian ini adalah agar siswa mengetahui terjadinya Perang donggala yang terletak di kabupaten Donggala dan Pahlawan dari Sulawesi tengah yang mengusir penjajah dari tanah Sulawesi tengah.
C. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian terjadinya perang Donggala ini adalah untuk mendapat informasi dan keterangan yang akurat mengenai terjadinya perang donggala ini, seperti raja-raja yang pernah memerintah di Donggala, apa saja usaha yang dilakukan oleh rakyat donggala untuk mengusir penjajah dari tanah mereka, melalui jalur apa penjajah (Belanda) datang, apa saja bukti bahwa, perang itu pernah terjadi, dll.
D. Tempat dan Waktu
Tempat penelitian perang Donggala yang pertama adalah di Makam Raja Malonda, untuk pengamatan pada makam ini, kami menghabiskan waktu selama 20 Menit. Tempat penelitian perang Donggala yang kedua adalah di Pelabuhan Donggala. Untuk melakukan pengamatan di tempat ini, waktu yang kami gunakan adalah sekitar 1 jam 30 menit. Penelitan perang Donggala ini, dilaksanakan pada tanggal 10 Pebruari 2013.
Bab II
Perang Donggala
Raja Malonda adalah pejuang yang menggerakan perlawanan melawan Belanda. Selain raja Malonda yang menggerakan perlawanan melawan Belanda, keluarga Malonda juga ikut serta dalam perlawanan tersebut. Dalam perang donggala ini, terdapat 3 aspek sejarah Donggala yang mencakup yaitu:
1. Perlawanan rakyat Dongggala terhadap Belanda
2. Perang Donggala
3. Perlawanan Malonda
Kenapa raja Malonda ini sangat gigih melakukan perlawanan kepada Belanda? Karena ada beberapa faktor yang mempengaruhinya,yaitu:
1. Raja Malonda tidak mau adanya intervensi(campur tangan) Donggala terhadap Belanda.
2. Kemudian adanya kesadaran psikologis.Raja Malonda ini terhantui karena raja sebelumnya ini di asingkan atau di buang ke Makassar.
Sebelum raja Malonda yang menguasai Donggala, ada raja sebelumnya yang berkuasa. Raja tersebut adalah raja Lamakagili. Oleh sebab itu raja Malonda sangat tangguh dan gigih melawan Belanda yang mau mengusai Donggala. Belanda ingin menguasai Donggala karena tempatnya yang strategis, perhitungan Belanda itu memiliki perhitungan politik yang strategis. Sumber daya alam di Donggala ini juga sangat kaya akan kelapa yang diolah menjadi kopra, ikan, dan sumber daya lainnya.
Belanda berusaha keras untuk menguasai Donggala ini. Mereka melakukan perjanjian kerjasama. Surat perjanjian itu di sebut “Large Kontrak”. Secara teori memang perjanjian, tetapi saat di lapangan, perjanjian itu menyimpang. Malahan Belanda ingin menguasai Donggala. Kemudian Belanda menempatkan penguasa pelabuhannya di pelabuhan Donggala yang bernama Postuder. Tugas postuder ini mengawasi dan mengatur transportasi perdagangan di pelabuhan dan juga menguasai pemerintahan banawa. Setelah dia bertugas di pelabuhan,ia angkuh, sombong, atas tugasnya, raja Lamakagili mengusirnya ke Makassar dari Donggala .
Sampainya postuder di Makassar, ia mengadu ke gubernur Belanda yang berada di Makassar. Gubernur Belanda yang di Makassar marah terhadap raja Lamakagili, dan ingin menangkap raja Lamakagili. Pemerintah Belanda kebingungan menangkap raja Lamakagili karena tidak mempunyai alasan untuk menangkapnya. Ketika peperangan Parigi yang di pimpin oleh raja Tombolotutu dengan Belanda, raja Lamakagili membantu raja Tombolotutu melawan Belanda. Belanda mengetahui raja Lamakagili membantu Raja Tombolotutu dan itu adalah alasan logis bagi Belanda untuk menangkap Raja Lamakagili. Dan akhirnya Raja Lamakagili di tangkap oleh Belanda, di asingkan atau di buang ke Makassar hingga ia meninggal pada tahun 1903.
Pengganti raja Lamakagili adalah raja Malonda. Raja Malonda sangat gigih melakukan perlawanan. Karena kegigihan perlawanan raja Malonda terhadap Belanda, Belanda sangat terganggu. Gubernur Belanda yang berada di Makassar mengirim surat penangkapan kepada gubernur Belanda yang di Sulawesi Tengah. Gubernur Belanda yang berada di Makassar mengirim beberapa pasukan dengan kapal yang di pimpin oleh “Grupmen”. Grupmen ini adalah pimpinan Belanda yang diutus oleh gubernur Belanda di Makassar untuk menangkap Raja Malonda. Sesampainya di pelabuhan, pimpinan Belanda di Donggala ini, bermaksud untuk menjemput. Yang menjemput adalah Andipetalolo. Andipetalolo adalah pengganti penguasa pelabuhan. Dan Lamarauna pun di minta untuk menjemput. Tetapi hanya Andipetalolo saja untuk penjemput. Sampai di atas kapal, terjadi tawar-menawar bahwa Grupmen ini ingin menangkap Raja Malonda, tapi Andipetalolo bilang jangan, kita lebih baik mendekati dengan cara kemanusiaan saja agar Raja Malonda ini berubah.
Andipetalolo membuat perjanjian dengan grupmen supaya raja Malonda tidak di tangkap. Pimpinan Belanda grupmen dan Raja Malonda membuat pertemuan yang berlokasi di rumah Andipetalolo pada tanggal 16 Desember 1902. Sebelum raja Malonda datang ke pertemuan itu, Raja Taweli memberikan informasi bahwa jika raja Malonda datang, akan di tangkap Belanda. Setelah mendengar informasi itu, raja Malonda menyiapkan pasukannya sebelum mendatangi pertemuan. Ketika ia masuk ke rumah Andipetalolo, ia melihat pasukan Belanda sudah siap. Dan akhirnya terjadi perang besar-besaran dengan terbenuhnya Andipetalolo yang di bunuh oleh raja Malonda karena menurut raja Malonda, Andipetalolo ini adalah biang keladinya.
Lokasi peperangan ini terjadi di sekitar halaman rumah Andipetalolo. Pasukan raja Malonda ini kalah dan lari karena pasukan raja Malonda hanya mempunyai parang dan bambo runcing sedangkan Belanda memiliki senjata yang lebih canggih. Maka dari itu pasukan raja Malonda terdesak dan lari ke bukit-bukit dan gunung. Pasukan Belanda juga naik ke atas kapal. Besoknya,pasukan raja Malonda turun lalu pergi menuju ke Taweli untuk menyelamatkan diri. Sudah berlangsung lama peperangannya, raja Malonda kembali lagi ke Donggala dari Toaya, Taweli. Dan akhirnya pada tahun 1938 raja Malonda meninggal setelah 32 tahun berakhirnya perang Donggala.
Kemudian ada kantor bekas Belanda yang dulunya digunakan sebagai kantor pusat administrasi dan perdagangan pemerintahan Belanda di Donggala. Kantor ini bernama Dewane. Selain kantor pusat administrasi dan perdagangan pemerintahan Belanda, bangunan tua peninggalan Belanda adalah gudang yang digunakan Belanda sebagai tempat penyimpanan kopra pada saat itu. Gudang itu tidak hanya berisi kopra saja, tetapi tempat rempah-rempah yang di ambil oleh pemerintahan Belanda.
Berikut ini adalah nama-nama bupati yang pernah menjabat di donggala:
01. Intje Naim Dg. Mamangun 1951-1954
02. Radjawali Mohamad Pusadan 1954-1958
03. Bidin 1958-1960
04. D.M. Lamakarate 1960-1964
05. H.R. Ticoalu 1964-1966
06 .Abd. Azis Lamadjido, SH 1967-1978
07 .Drs. Galib Lasahido 1979
08 .Dr. Jan Mohamad Kaleb 1979-1984
09 .Saleh Sandagang, SH PTH
10 .Drs. H. Ramli Noor 1984-1989
11 .Kol. Inf. B. Paliudju 1989-1994
12. Drs. H. Syahbuddin Labadjo 1994-1999
13 .H. N. Bidja, S.Sos 1999-2004
14. H. Adam Ardjad Lamarauna 2004-2007
15 .Drs. H. Habir Ponulele, M.M 2007- Sekarang.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bagaimana perjuangan dan kegigihan rakyat Donggala untuk melawan penjajah Belanda. Bagaimana para pejuang Donggala (Malonda) untuk merebut daerahnya kembali dari pejuang Belanda. Semua rakyat donggala berusaha untuk mempertahankan daerahnya, tetapi yang menonjol, hanyalah Malonda. Dan kemudian Malonda wafat tahun 1938, yaitu 32 tahun setelah berakhinya perang Donggala.
B. Kritik dan Saran.
Sebaiknya gedung kopera dan kantor pusat administrasi dan perdagangan pemerintahan Belanda, dip agar, dan jangan pernah di rehap atau di bersihkan, agar tidak mengurangi keaslian sejarahnya, kemudia, dijadikan sebagai objek sejarah di donggala, dan akan memberikan pemasukan bagi pemerintah donggala.
Sumber: http://gueberitahu.blogspot.com/2013/03/laporan-penelitian-perang-belanda-raja.html